Minggu, 28 Juni 2009

Apakah Saya Gila?

Leila Ch Budiman Psikolog

Mengapa Si Gadis Ini Begitu?

“Gadis" di Jateng

Ibu Leila yang baik, saya (gadis, 24) mempunyai libido sangat kuat untuk memuaskan diri sendiri (masturbasi). Saya belum menikah dan tidak mempunyai kekasih. Selesai kuliah, saya lalu mengelola butik.

Sehari-hari saya sudah cukup sibuk, tetapi keinginan itu makin hebat. Malah saya sering berfantasi ada pria yang mencumbui saya, juga dalam mimpi. Bahkan, dalam mimpi saya dalam keadaan bugil, lalu dipergoki orang banyak yang tidak saya kenal, hingga saya orgasme. Saya kadang berpikir, apakah saya sudah menjadi gila.

Saya sering membayangkan bagaimana kalau saya tidak berpakaian (telanjang) selama di rumah, tetapi saya khawatir dilihat orang-orang. Saya adalah anak tunggal, tidak pernah melihat film porno. Saya hanya mendapat pengetahuan seks lewat majalah-majalah dan koran-koran. Masturbasi saya tidak ekstrem, tidak menggunakan alat apa pun, hanya sekadar fantasi saja, tanpa alat bantu.

Saya membaca penelitian di luar negeri yang mengatakan bahwa masturbasi bisa melenyapkan depresi, apakah benar? Saya sudah berusaha menyibukkan diri, tetapi selalu gagal, apakah saya sudah sakit jiwa? Bahayakah orang yang melakukan masturbasi? Keluarga saya baik-baik saja, hidup kami cukup layak. Apakah keinginan masturbasi adalah hal yang wajar bagi manusia? Apakah orang yang sudah menikah juga melakukan masturbasi?

Saya sering tidak mengenakan pakaian dalam ke butik dan rok minimalis. Saya justru makin terangsang kalau ada laki-laki atau perempuan yang melihat ke arah saya ketika tidak memakai celana dalam. Apakah saya sudah termasuk hiperseks? Tolong jelaskan kepada saya apa sebenarnya masturbasi, bagaimana cara mengatasinya, dan sampai umur berapa libido perempuan akan menurun? Sebenarnya apa ciri-ciri perempuan yang terangsang? Tolong rahasiakan nama dan tempat saya tinggal ya, Bu.

Jeng Gadis di Jateng

Wah banyak betul pertanyaannya! Seram juga ya kalau Anda lagi berbugil ria di rumah tiba-tiba ada kepala nongol di jendela, bisa-bisa dia pikir, "Amit-amit ada orgil (orang gila) di dalam!!" Atau kalau malam hari Anda mondar-mandir tanpa busana, bisa disangka kolong-wewe. Jadi Dis, tolong jangan sembarangan telanjang, meskipun di rumah sendiri.

Sebenarnya daya tarik seksual dan kegiatan seksual ada pada setiap makhluk hidup, ini berguna sekali untuk meneruskan jenisnya. Jadi, ketertarikan dan kebutuhan seksual adalah sangat wajar, sewajar kebutuhan makan dan minum. Namun, kita bukanlah kucing dan bukan pula lalat, jadi aneka kegiatan seputar seks ini dibatasi norma sosial. Tidak elok pakai busana serba minim—tanpa celana dalam—sebab mudah dibaca sebagai, "Please, seduce me."

Menurut Deborah Blum dalam bukunya Sex on the Brain (1997), dorongan seksual laki-laki empat kali lebih besar daripada perempuan. Misalnya, seorang perempuan yang bercakap soal biasa dengan tersenyum, mengira senyumnya itu akan mempermudah jalan pembicaraan. Padahal, laki-laki yang diajak omong itu mengartikannya sebagai undangan ke adegan ranjang! Apalagi kalau baju perempuan itu serba minim dan tanpa celana dalam, Waaaah...!!! Saya khawatir sikapmu akan mengumpulkan para "buaya", mata keranjang, dan om senang saja.

Masturbasi adalah pemuasan seks dengan tujuan orgasme, dalam bentuk apa pun, tanpa sanggama. Kata ini berasal dari bahasa Latin masturbare yang berarti membanjiri diri sendiri dengan sesuatu yang kurang baik (memolusi).

Kata lain adalah onani dan bahasa gaulnya adalah seks swalayan. Menurut pakar seks, Dr David Reuben, dalam buku yang sering dijadikan acuan seks, Everything You Always Wanted to Know About Sex, But Were Afraid to Ask, kegiatan "masturbasi" ini sudah ada sejak bayi berumur 6 bulan dan polanya mulai kelihatan, ketika anak balita berumur 2 atau 3 tahun.

Tentu saja awal kegiatan itu terjadi tanpa disengaja. Ketika ibunya membersihkan sang bayi di daerah kemaluannya, ia merasakan senang. Lama-kelamaan terjadilah asosiasi antara seks itu dan rasa yang menyenangkan sehingga ia cenderung mengulang dengan memegang organ seksnya, mengelus-elus, atau menggosoknya. Pada anak balita dan anak-anak kecil dilakukan sambil memeluk boneka, atau guling, atau ketika main dengan kuda ayunannya.

Tambah lama gerakan ini semakin nyata, yang tentu saja sangat ditentang orangtua dan orang dewasa lainnya. Pelarangan ini juga membuat asosiasi bahwa memegang "anu"-nya tidak boleh, atau tidak boleh diketahui orangtua, sebab dengan teman sebayanya aman saja. Karena itu, dalam bermain anak-anak adakalanya mereka saling tindih.

Masa remaja, setelah tubuh siap bereproduksi, kebutuhan biologis ini semakin meluap-luap. Remaja mudah sekali jadi "hot" dan terangsang secara seksual. Masa inilah yang paling berbahaya. Beruntunglah "Gadis" cs yang sudah 24 tahun masih perawan. Ini berarti remnya cukup kuat.

Apakah masturbasi dapat mengurangi depresi? Dapat ya dan tidak. Ya, kalau tidak ada atau sedikit sekali rasa bersalah. Sebaliknya, dapat menjadi lebih depresi kalau masturbasi disertai rasa bersalah sangat besar.

Kapan libido perempuan menurun? Jika umurnya sudah lanjut dan haidnya berhenti. Kalau mau dinaikkan lagi dokter dapat memberikan HRT (hormon replacement therapy). Meski begitu, pada perempuan muda pun libidonya dapat menurun bila pasangannya egois, banyak mengecewakan batin, dan mengecewakan kebutuhan seksualnya. Atau kalau fisiknya sangat lelah dan sedang sakit.

Apa ciri-ciri perempuan yang terangsang (juga laki-laki)? Debaran jantung bertambah kuat, badan terasa hangat, organ reproduksinya lebih aktif, dan pikirannya sibuk dengan kenikmatan seksual.

Apakah orang yang menikah juga melakukan masturbasi? Ya, jika pasangannya memble dan lama absen. Menurut Dr Reuben, the golden age dari masturbasi adalah masa muda sebelum menikah dan masa tua. Saya tidak tahu apakah ini berlaku juga pada para manula Indonesia. Apakah Anda tertarik membuat skripsi tentang ini, Gadis?
(diadopsi dari harian kompas edisi Minggu, 18 November 2007)

Tidak ada komentar:

adalah ladang puisi sang penyair malam. Ladang Syahwat itu adalah sekujur tubuh yang menggigil

adalah ladang puisi sang penyair malam.    Ladang Syahwat itu adalah sekujur tubuh yang menggigil
gelembung syahwat

Asal Mula Kemaksiatan dan Ketaatan

Friday, 11. January 2008, 07:16:36 Matnul Hikam "ASAL SEMUA MAKSIAT. LUPA KEPADA ALLAH DAN SELA MENURUTI SYAHWAT YANG DATANG DARI HAWA NAFSU. DAN ASAL DARI SETIAP KETAATAN, KESADARAN DAN MENJAGA DIRI DARI SYAHWAT ITU TIDAK ADA KERELAAN DARIMU DALAM MENURUTI HAWA NAFSU". Menurut para ulama', bahwasanya asal muka timbulnya kemaksiatan yang di lakukan seseorang itu adalah karena mereka itu berpaling dari Allah dan menurutkan kehendak hawa nafsu. Padahal sebenarnya kalau manusia itu mau berfikir dengan hati dan akal yang sehat, niscaya dia akan tahu kurang kehancuran, kebinasaan dan juga kehinaan. Namun demikian, tidaklah bijak kalau nafsu itu kita lenyapkan begitu saja. Karena pada dasarnya, nafsu itulah yang mendorong manusia ke arah kemajuan. Dan dalam hal ini nafsu tersebut terbagi menjadi dua macam, yakni: (1). Nafsu Ammaroh, yaitu nafsu yang cenderung untuk berbuat keburukan dan kejahatan. Perhatikan Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Yusuf ayat 53, yang artinya: "Dan aku tidak membebaskan dirimu (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun Lagi Maha penyayang". (2). Nafsu Muthmainnah, yaitu nafsu yang tenang dan dapat dikendalikan, sehingga tidak mempunyai kecenderungan untuk berbuat kejahatan atau kemaksiatan. Perhatikan Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Fajr Ayat 27-28, yang artinya: "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-Ku dan masuklah ke dalam Surga-Ku". Adapun nafsu Ammaroh itu terbagi lagi menjadi enam macam, yakni: (1). syahwat, yang harus diatasi dengan jalan mengerjakan amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. (2). Amara, yang harus diatasi dengan sifat sabar. (3). Thama', yang harus diatasi dengan sifat qona-ah. (4). Takabur atau Sombong, yang harus diatasi dengan sifat tawadhu'. (5). Riya', yang harus diatasi dengan sifat ikhlas. (6). Dengki, yang harus diatasi dengan sifat pasrah dalam menerima apa yang sudah menjadi bagiannya. Keenam sifat buruk yang menjadi cabang dari nafsu ammaroh tadi haruslah diperangi dan diatasi dengan cara menanamkan sifat-sifat baik sebagai mana yang tersebut di atas yang sebelumnya merupakan cabang dari nafsu muthmainnah.

blog asal mikir

blog asal mikir
Ferry Arbania Sumenep Madura

Tawa untuk Logika Janda



Yuni Shara Jadi Janda Kembang

Ynachofoto.comuni Shara Jadi Janda Kembang





Susah sungguh bergelar janda, jadi rebutan dan caci-maki para tetangga

“Takut… takut… takut… Sama istri sendiri kok malah takuuuutttt…. Ciut.. ciut… ciut… Sama istri sendiri nyalinya ciuuuuuttttt….” Anda pasti akrab dengan potongan lagu di atas. Ya, itulah lagu yang menjadi pembuka tayangan sitkom “Suami-suami Takut Istri” setiap sore di TransTV. Dari lagu tersebut sudah jelas arah cerita komedi itu, tentang suami yang tak berdaya di depan istri.Sitkom yang diproduseri Anjasmara dan disutradarai Sofyan de Surza itu memang populer. Selain cukup bagus dari sisi cerita, kekuatan karakter tokoh menjadi daya tarik utama, terutama karena bumbu kontradiksi di dalamnya. Tigor (Yanda Djaitov) yang berbadan binaraga misalnya, justru takluk sama istrinya, Welas (Asri Pramawati), yang lembut dan kurus. Lucu, apalagi jika mengaitkan kesukuan mereka, Tigor yang Batak dan Welas yang Jawa. Atau keluarga satu suku, Faisal (Ramdan Setia) dan Deswita (Melvy Noviza). Matrenalisme suku Padang diwujudkan secara ekstrim dalam ketaklukan suami dalam hal apa pun. Sesuatu yang hiperbolis, sebenarnya. Tapi, tanpa yang hiperbolis, komedi tentu akan kehilangan suara.

Konflik dalam sitkom ini tergolong biasa, khas permasalahan rumah tangga. Namun karena faktor ketertundukan suami, penyelesaian konflik tadi acap mengundang tawa. Apalagi, dikontraskan dengan kehadiran Dadang (Epy Kusnandar), satpam yang beristri tiga, dan satu-satunya lelaki yang tak takluk pada istrinya. Tak heran kalau akhirnya terjadi “ikatan” persamaan nasib di antara para suami itu. Pak RT (Otis Pamutih), Faisal, Tigor, dan Karyo (Irvan Penyok), jadi terbiasa ngudarasa, curhat, atau berbagi taktik mengelabui istri, meski selalu gagal. Namun, selain karena takut pada istri, ikatan sesama suami ini juga terjalin karena alasan yang sama, ketertarikan pada seorang janda. Pretty (Desy Novitasari) namanya. Bahkan, konflik akibat kejandaan Pretty nyaris menjadi menu utama sitkom ini.

Janda Omnivora

Pretty memang cantik. Kakinya panjang, dengan dada yang padat, dan acap berbusana terbuka, menantang. Bibirnya tipis, dan kalau bicara, mendesis-desis. Matanya pun bagus, terutama kalau berkedip-kedip ketika bicara. Kehadirannya menjadi magnit di komplek itu, bukan saja membuat para suami jadi punya kesamaan idola, melainkan juga menjadikan para istri punya musuh bersama. Pretty yang cantik, dan terutama janda, membuat para istri memandang dalam syak-wasangka. Karena tampaknya, sebagai kompensasi ketakutan pada istri, para suami jadi memiliki keberanian untuk menggoda sang janda.

Pretty bukan tidak menyadari ketertarikan para suami pada tubuhnya, dan kemarahan para istri akan kehadirannya. Tapi, bukannya menjaga diri, Pretty justru berlaku “jinak-jinak merpati”. Akibatnya, para suami acap tertangkap basah tengah menggodanya, membantunya, atau terkunci di dalam rumahnya. Hanya Dadang yang tak begitu “memandang” Pretty. Satpam ini cuma bisa “goyang” oleh uang.

Sitkom ini memang melakukan mitos penguatan pada stigma janda. Pretty tampil dalam imaji janda yang memang bertugas menggoda. Dia memberi angin pada harapan para suami lewat lirikan, ajakan jari telunjuk, senyum, dan busana. Pretty mempersepsikan sebagai janda yang mau dan “bisa” digoda. Bahkan, ayah Tigor, Togar (Dorman Borisman) yang berkunjung, langsung melihat sinyal “kebisaan” Pretty. Dia berusaha mencuri kesempatan, namun ternyata, sama seperti anaknya, Batak tua ini pun takut pada istrinya. Hahaha…

Karena hadir dalam streotif “bisa” digoda, para istri pun memosisikan Pretty dalam stigma janda pada umumnya. Bu RT (Aty Fathiyah) terutama, sangat percaya bahwa Pretty selalu menginginkan suaminya. Meski hal itu dibantah anaknya, Sarmilila (Marissa), “Nyak, kenape sih selalu nyalahin Tante Pretty? Nggak mungkin juga Tante Pretty mau sama Babe.” Tapi, bagi Bu RT, yang mewakili stigma umum itu, janda adalah omnivora, pemakan segala, tak punya kelas selera. Pria apa pun, jelek atau binaraga, lembut atau tak bekerja, akan dimamahnya.

“Suami-suami Takut Istri” tidak berusaha melakukan redefenisi pada stigma janda itu. Dalam satu seri, Pretty bahkan digambarkan begitu hausnya pada lelaki, dan berusaha menjebak Garry (Ady Irwandi), satu-satunya lajang di perumahan itu. Namun Garry menolak. Ia pun distigmakan sebagai lelaki yang lugu, yang tanpa pretensi apa pun, senang membantu. Kehadiran Garry sebagai lajang polos kian menegaskan keomnivoraan Pretty. Belum lagi posisi Dadang sebagai satpam, yang lebih banyak menjadi mata para istri, dengan imbalan uang, untuk mengawasi Pretty. Dadang hadir lebih sebagai personifikasi negara, menjadi pengawas akan status warganya.

Logika Janda

Sitkom “Suami-suami Takut Istri” adalah cermin stigmatisasi janda yang masih berlangsung dan diterima oleh warga. Keberterimaan itu dapat dilihat dari kehadiran Pretty yang tidak mendapat resistensi dari penonton. Artinya, sosok Pretty dilihat dan dinikmati bukan sebagai karakter yang terberi melainkan watak asali. Konflik dan kecemburuan karena Pretty dinikmati sebagai kewajaran dan bukan pengada-adaan. Akibatnya, jalinan cerita menjadi benar dalam “logika” janda.

Janda, “perempuan yang pernah menikmati seks”, dipersepsikan sebagai ancaman rumah tangga. Karena pernah menikmati seks, janda dipercayai akan mencari lagi kenikmatan itu dengan cara apa pun. Logika inilah yang membuat, jika pun terjadi hubungan seks antara seorang lelaki dan janda, perempuan itu menjadi “tersangka” dan lelaki sebagai “korban”. Anggapan yang sangat kejam, yang celakanya, justru mendapat afirmasi dari negara.

Negara “mengakui” stigmatisasi janda sebagai “ancaman” pada moralitas dan rumah tangga. Maka perempuan yang “pernah menikmati seks secara sah” itu perlu terus dilabeli. Labelisasi itu dilakukan negara lewat penyebutan di dalam KTP. Dengan pelabelan itu, seorang wanita didudukkan dalam sebuah akuarium besar, sehinnga khalayak dapat mengetahui statusnya. Dengan pelabelan itu, negara mengatakan bahwa “perempuan ini pernah menikmati seks secara resmi”, dan warga harus hati-hati padanya. Label status yang menjadi “penjara” bagi si perempuan, agar dia terus tersadarkan tentang statusnya, dan menjaga sikap moralnya di depan warga.

Ironinya, pelabelan itu hanya menjerat perempuan yang pernah menikmati seks secara resmi alias menikah. Sedangkan perempuan yang pernah menikmati seks –tanpa harus menikah– tidak masuk dalam labelisasi ini. Artinya, bui labelisasi itu justru diberikan pada perempuan yang mengikuti moralitas umum –mereka pernah menikah– dan bukan mereka yang melawan moralitas umum –ngeseks tanpa menikah. Tanpa sadar, negara dan warga justru mengawasi perempuan yang “mengakui dan mengikuti” moralitas umum. Aneh kan?

Mengapa negara dan warga menghidupi terus stigma janda itu? Sebabnya satu, seks masih masuk ke wilayah tabu. Sebagai sesuatu yang tabu, seks hadir dan meluas secara tersembunyi, dan hidup dalam imajinasi banyak orang. Dan janda, –perempuan yang pernah menikmati seks– adalah sebuah “wilayah kosong” yang memantik imajinasi. “Wilayah yang tak lagi tergarap” itu memancing imajinasi banyak perempuan dan lelaki, apalagi jika dia secantik dan seseksi Pretty. Karena itu, “Suami-suami Takut Istri” adalah cermin kebobrokan moral dan kesesatan pikir masyarakat ini. Kita menikmati, menertawai. Menggelikan sekali!

*)Thanks untuk Cahaya atas ide dasar tulisan ini

[Artikel ini telah dimuat di Harian Suara Merdeka, Minggu 11 Mei 2008]

Painting gallery